A. Model Komunikasi Antarbudaya menurut Samovar & Porter
1. Penting
Memahami Definisi Kebudayaan
Samovar
dan Porter (2004) memulai penjelasan model komunikasi antarbudaya dengan
menandaskan ulang pengertian komunikasi antarbudaya yang secara konseptual
berkaitan dengan pemahaman budaya nasional. Ini merupakan prinsip dasar. Budaya
adalah bangsa. Terlepas dari keingintahuan sebagian besar peneliti dan peminat
studi antarbudaya bahwa di dalam suatu bangsa ada pula banyak budaya yang
berbeda satu sama lain, yang lebih membutuhkan pengetahuan lintas budaya
(Samovar, Porter, dan Jain, 1981). Tidaklah mengherankan jika Samovar dan
Porter (2004) mendaftar lima pendekatan untuk mendefinisikan budaya, sekaligus
menjadi dasar pembahasan komunikasi antarbudaya, yaitu sebagai berikut:
a.
Budaya dipelajari.
b.
Budaya dibagikan.
c. Budaya ditransmisikan
dari generasi ke generasi.
d.
Budaya didasarkan pada simbol.
e.
Budaya itu dinamis.
f.
Budaya adalah sistem yang terintegrasi.
Singkatnya,
budaya adalah cara hidup yang dimiliki oleh orang orang dalam komunitas yang
sama, yang mempelajari budaya sepanjang hidup mereka. Ada jutaan budaya di
seluruh dunia sehingga ada kemungkinan besar bahwa kesalahpahaman dalam
komunikasi di antara kita pasti akan terjadi. Itulah mengapa penting kita
belajar tentang budaya sebagai dasar untuk belajar komunikasi antarbudaya.
Memang ada beberapa bidang yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya
seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik, yang telah didefinisikan
dengan berbagai cara. Secara umum, semuanya mengica pada komunikasi antara
anggota dari setiap komunitas budaya.
Samovar dan Porter (2004)
mengutip Jandt (2001) mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi
tatap mula antara orang-orang dari beragam budaya. Demikian juga, Samova dan
Porter (2004) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang mempunyai persepsi budaya dan sistem simbol yang berbeda serta
berusaha untuk mengubah cara mereka berkomunikasi (Samovar dan Porter, 1997).
Komunikasi antarbuday berkembang sebagai hasil dari perjalanan wisata,
pelancongan, aktivita bisnis internasional, migrasi, dan lain-lain. Barnet dan
Lee (2003) menyajikan struktur komunikasi antarbudaya yang menyebutnya sebagai
pertukaran informasi budaya antara dua kelompok denga budaya yang berbeda.
1. 2. Paham
Isyarat Nonverbal
Samovar
dan Porter (2004) malah ikut membahas peranan komunika nonverbal dalam proses
komunikasi antarbudaya. Komunikasi nonverbal melibatkan semua rangsangan
nonverbal dalam pengaturan komunikasi yang dihasilkan oleh sumber dan
penggunaannya terhadap lingkungan yang memiliki nilai pesan potensial bagi
sumber penerima (Samovar dan Porter, 2004). Komunikasi nonverbal meliputi
bahasa tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, dan postur tubuh. Perhatikan bahwa
ketika lingkungan yang berbeda maka tentu aka menghasilkan pesan nonverbal yang
berbeda pula. Misalnya, in berperilaku berbeda dalam klub daripada di bank.
2. 3.Menyimak
Rasisme
Samovar dan Porter (2004)
menyadari bahwa meskipun kita hidup di abad ke-21, rasisme masih ada, tidak
hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di dalam masyarakat di seluruh dunia.
Tindakan rasis tetap menjadi masalah saat ini dalam setiap tingkat masyarakat.
Situasi ini yang pernah menyulut kemarahan Martin Luther King, Jr. yang
"memprotes" ketika semua anak akan dihakimi berdasarkan warna kulit
mereka. Banyak komunitas Asia, Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika Latin, dan
Arab mengalami rasisme dan sulit untuk berbicara tentang konsekuensi dan efek
yang ditinggalkan rasisme terhadap mereka. Namun, secara luas diketahui bahwa
rasisme merusak kedua belah pihak. Rasisme terjadi karena perasaan superioritas
dan individu rasis sering menganiaya orang lebih dari satu ras.
3. 4. Memahami
Tindakan Diskriminasi dan Etnosentrisme
Masalah lain adalah sukuisme
dan etnosentrisme. Etnosentrisme adalah masalah besar dalam komunikasi
antarbudaya karena orang orang etnosentris menganggap diri mereka dan budaya
mereka sendiri lebih unggul daripada orang lain dan menilai orang lain
berdasarkan standar budaya mereka sendiri. Orang-orang dengan pikiran
etnosentris berpikir bahwa cara hidup mereka adalah satu-satunya yang benar dan
yang lain salah. Menurut Samovar dan Porter (2004), etnosentrisme memiliki tiga
tingkatan: positif, negatif, dan sangat negatif. Tingkat pertama, yaitu positif
adalah keyakinan bahwa budaya Anda lebih disukai daripada yang lain, setidaknya
untuk Anda, dan tidak ada yang salah dengan keyakinan itu karena Anda menarik
banyak kepribadian Anda dari budaya Anda sendiri. Ketika tiba pada tingkat
negatif, budaya Anda adalah pusat dari segalanya dan semua budaya lain harus
diukur dengan standar budaya Anda. Bentuk yang sangat negatif dari
etnosentrisme adalah keyakinan bahwa budaya Anda tidak hanya yang terbaik,
tetapi juga yang paling kuat dan bahwa semua budaya lain harus mengadopsi nilai
dan norma Anda.
4. 5. Kompetensi
Komunikasi Antarbudaya
Satu-satunya cara untuk
menjadi sukses dalam lingkungan kerja semacam itu adalah berinteraksi secara
tepat dalam bahasa asing dengan orang-orang dari budaya lain. Pengetahuan
tentang budaya lain dan pola budaya mereka adalah cara terbaik untuk berteman
dengan rekan kerja Anda dan menemukan sekaligus memberikan dukungan pula kepada
pihak lain. Samovar dan Porter 2004) mengatakan bahwa komunikator antarbudaya
yang kompeten adalah orang yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara
efektif dan tepat dengan anggota dari latar belakang budaya-bahasa lain
termasuk term atau istilah yang mereka gunakan.
5. 6. Sadar
Tentang Kejutan Budaya
Samovar dan Porter (2004)
mencatat beberapa reaksi yang mungkin dirasakan seseorang ketika menyesuaikan
diri dengan budaya baru, misalnya pertentangan terhadap lingkungan baru, rasa
disorientasi, perasaan penolakan, kerinduan, sakit perut dan sakit kepala,
penarikan diri, dan banyak lagi, tetapi tidak semua orang merespons kejutan
budaya dengan cara yang sama atau setiap orang membutuhkan jumlah waktu yang
sama untuk menyesuaikan diri.
6. 7. Rancangan
Model
Model ini menunjukkan ada tiga
orang yang berbeda budaya dan mereka saling berkomunikasi Model ini juga
menampilkan bagaimana cara dua individu (misalnya. dalam kelas atau organisasi
yang berbeda) menciptakan "budaya baru” dalam budayanya yang variannya
bersumber dari kebudayaan asal dan kebudayaan orang kedua yang ditemui. Contoh
yang baik untuk ini adalah perkawinan antarbudaya yang menggabungkan seorang
perempuan dan lelaki yang juga menggabungkan budaya dua keluarga besar.
|
Model Komunikasi Antarbudaya dari Samovar & Porter |
Sekurangnya-kurangnya ada tiga keutamaan model ini, yaitu sebagai berikut: a. Cultures vary in how different they are from each other. Setiap budaya mempunyai banyak varian. Varian-varian itulah yang ditampilkan sebagai perbedaan dari ketiga orang tersebut. Perhatikan, dua orang (pada gambar ada pada bagian atas) lebih dekat daripada dengan orang ketiga (pada gambar ada di bagian bawah), kedekatan itu tergambar pula oleh kesamaan simbol-simbol keduanya yang lebih geometris dibandingkan dengan orang ketiga. b. Individuals are not the same as cultures. Keberadaan seorang individu tidak selalu sama dan identik dengan budaya mereka. Pada gambar di atas ditunjukkan bahwa simbol-simbol yang ada, baik di dalam kotak maupun lingkaran tidak sama persis dengan simbol-simbol yang ada di luar. Artinya begini, pada awalnya semua individu dapat dibentuk dalam simbol-simbol budaya yang sama, namun ketika berhadapan dengan orang kedua atau ketiga, mereka dapat menampilkan simbol-simbol budaya yang bisa sama dan bisa berbeda, atau simbol ciptaan baru karena berhadapan dengan budaya orang kedua atau orang ketiga. c. Cultures shape the way we process and create messages. Ingat pula bahwa budaya (melalui persepsi individu) membentuk cara kita memproses dan menciptakan pesan. Perhatikan bahwa ketika kita mendengar pesan dari budaya lain, karena kita tidak memiliki simbol atau makna untuk memahaminya, kita cenderung atau membutuhkan cara dalam budaya kita untuk memahaminya.
B. Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Nakayama &
Flores
Model Martin, Nakayama, dan Flores merupakan model
yang mengkritik model Neuliep, yang sebagiannya diakui berdasarkan pendekatan
"klasik" Gudykunst dan Kim. Martin, dkk., menyatakan bahwa pendekatan
Neuliep itu terlalu linier karena masih mengandalkan variabel tertentu untuk
memprediksi hasil komunikasi antarbudaya Kritik dialektikal dari model ini
berkisar pada argumen bahwa dalam kenyataannya, kita sulit
"memprediksi" hasil komunikasi sebagaimana disebut-sebut dalam teori
ilmiah tradisional. Banyak ahli berpendapat bahwa, dalam kenyataannya,
komunikasi berhadapan dengan situasi "ketidakpastian" atau
"ketegangan", dan salah satu pasangan dalam interaksi mungkin lebih
suka melakukan "prediksi" dan "kebaruan" sebagai cara yang
lain. Model ini berasumsi bahwa "prediksi" dan "kebaruan"
(novelty) merupakan dua sisi yang berlawanan, namun biasa digunakan untuk
menghadapi situasi ketidakpastian dan ketegangan itu.
Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. 1. Cultural
Individual. Kita sering
berada pada situasi ini, yaitu ketegangan antara "budaya" dan
"individu". Waktu kita berkomunikasi dengan orang lain interaksi kita
dapat men cerminkan beberapa keseimbangan, tidak saja identitas pribadi dan
kepribadian, tetapi juga mencari keseimbangan atas pengaruh budaya. Keseimbangan
yang tepat memang selalu berubah dari orang yang satu ke orang lain, bahkan
juga mengikuti alur dari suatu waktu ke waktu lain. Betapa sering kita mulai
mempelajari script communication' untuk mengenal satu sama lain lebih baik.
Jika ini terjadi, kita dapat membuat prediksi lebih berdasarkan pada
aspek-aspek perilaku pribadi orang lain karena pada sisi ini pengaruh budaya
masih kurang
2. 2. Personal
<-> Social-Contextual.
Bayangkan, ketika saya sebagai profesor berhadapan dengan seorang mahasiswa,
perilaku kami berbasis pada status dan peran masing-masing. Sebagian besar
perilaku kami, meskipun ada dalam ruang dan waktu tertentu. tetap berbasis pada
status dan peran tersebut. Di sini selalu ada semacam "harapan" yang
diidealkan oleh konteks hubungan atau konteks untuk memenuhi peran. Jadi, saya
mengharapkan mahasiswa saya harus mengikuti apa yang saya jelaskan, mahasiswa
juga mengharapkan penjelasan sebagaimana yang dia kehendaki. Artinya, jika
harapan-harapan tersebut tidak diselesaikan dalam konteks itu, diperlukan
konteks lain yang sama dari waktu ke waktu, dari situasi ke situasi tertentu.
3. 3. Differences
<-> Similarities.
Betapa sering kita berkomunikasi dalam keadaan yang "berbeda" dan
"kesamaan", Kita patut memperhatikan hal ini, namun jangan sampai
membuat komunikasi tidak berjalan sama sekali. Di sini telah terjadi ketegangan
karena kita sama-sama berhadapan dengan kesamaan atau perbedaan budaya.
4. 4. Static
<-> Dynamic.
Ketika kita berkomunikasi, selalu ada situasi di mana ada pihak yang mempertahankan
budayanya dan ada pihak yang menghendaki perubahan budaya. Ada pulla pihak yang
menjaga stabilitas budaya, namun ada pihak yang menghendaki perubahan budaya.
Jadi, sekurang-kurangnya dua situasi ini dalam komunikasi antarbudaya. Menurut
pendekatan dialektis, perubahan dan stabilitas menandai semua budaya (termasuk
budaya organisasi dan agama sekalipun). Dalam setiap kehidupan manusia, selalu
ada pihak yang bekerja untuk mempertahankan stabilitas, namun harus berhadapan
dengan pihak yang menghendaki perubahan,
5. 5. Present-Future
<-> History-Past.
Menurut pandangan dialektis, ada semacam 'drive' yang berusaha untuk berjuang
dan maju ke depan, namun ada pihak lebih suka melihat kembali ke waktu yang
lalu. Beberapa budaya menjadikan budaya sebagai rujukan untuk melakukan
perubahan atau menjadi masyarakat yang konservat Situasi ini ada sebagai
dialektis dalam komunikasi antarbudaya
6. 6. Privilege
<-> Disadvantage.
Banyak ahli dan penulis mengemukakan bahwa semua interaksi, khususnya interaksi
antarbudaya, memiliki hubungan berbasis kekuasaan di mana ada beberapa orang
memil privilege sosial yang lebih tinggi (secara sosial, ekonomi, dan politik)
daripada yang lain, yang tidak beruntung. Ini merupakan sebuah ketegangan
kekuasaan yang dalam kebanyakan budaya ditampilkan secara nyata atau tidak
nyata. Situasi itu ada dalam komunikasi keseharian.
| Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Nakayama & Flores |
|
|