Jumat, 21 Oktober 2022

Model - Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Samovar & Porter, Nakayama & Flores

 A. Model Komunikasi Antarbudaya menurut Samovar & Porter

1.      Penting Memahami Definisi Kebudayaan

Samovar dan Porter (2004) memulai penjelasan model komunikasi antarbudaya dengan menandaskan ulang pengertian komunikasi antarbudaya yang secara konseptual berkaitan dengan pemahaman budaya nasional. Ini merupakan prinsip dasar. Budaya adalah bangsa. Terlepas dari keingintahuan sebagian besar peneliti dan peminat studi antarbudaya bahwa di dalam suatu bangsa ada pula banyak budaya yang berbeda satu sama lain, yang lebih membutuhkan pengetahuan lintas budaya (Samovar, Porter, dan Jain, 1981). Tidaklah mengherankan jika Samovar dan Porter (2004) mendaftar lima pendekatan untuk mendefinisikan budaya, sekaligus menjadi dasar pembahasan komunikasi antarbudaya, yaitu sebagai berikut:

a. Budaya dipelajari.

b. Budaya dibagikan.

c. Budaya ditransmisikan dari generasi ke generasi.

d. Budaya didasarkan pada simbol.

e. Budaya itu dinamis.

f. Budaya adalah sistem yang terintegrasi.

Singkatnya, budaya adalah cara hidup yang dimiliki oleh orang orang dalam komunitas yang sama, yang mempelajari budaya sepanjang hidup mereka. Ada jutaan budaya di seluruh dunia sehingga ada kemungkinan besar bahwa kesalahpahaman dalam komunikasi di antara kita pasti akan terjadi. Itulah mengapa penting kita belajar tentang budaya sebagai dasar untuk belajar komunikasi antarbudaya. Memang ada beberapa bidang yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik, yang telah didefinisikan dengan berbagai cara. Secara umum, semuanya mengica pada komunikasi antara anggota dari setiap komunitas budaya.

Samovar dan Porter (2004) mengutip Jandt (2001) mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap mula antara orang-orang dari beragam budaya. Demikian juga, Samova dan Porter (2004) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang mempunyai persepsi budaya dan sistem simbol yang berbeda serta berusaha untuk mengubah cara mereka berkomunikasi (Samovar dan Porter, 1997). Komunikasi antarbuday berkembang sebagai hasil dari perjalanan wisata, pelancongan, aktivita bisnis internasional, migrasi, dan lain-lain. Barnet dan Lee (2003) menyajikan struktur komunikasi antarbudaya yang menyebutnya sebagai pertukaran informasi budaya antara dua kelompok denga budaya yang berbeda.

1.                          2. Paham Isyarat Nonverbal

        Samovar dan Porter (2004) malah ikut membahas peranan komunika nonverbal dalam proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi nonverbal melibatkan semua rangsangan nonverbal dalam pengaturan komunikasi yang dihasilkan oleh sumber dan penggunaannya terhadap lingkungan yang memiliki nilai pesan potensial bagi sumber penerima (Samovar dan Porter, 2004). Komunikasi nonverbal meliputi bahasa tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, dan postur tubuh. Perhatikan bahwa ketika lingkungan yang berbeda maka tentu aka menghasilkan pesan nonverbal yang berbeda pula. Misalnya, in berperilaku berbeda dalam klub daripada di bank.

2.                      3.Menyimak Rasisme

Samovar dan Porter (2004) menyadari bahwa meskipun kita hidup di abad ke-21, rasisme masih ada, tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di dalam masyarakat di seluruh dunia. Tindakan rasis tetap menjadi masalah saat ini dalam setiap tingkat masyarakat. Situasi ini yang pernah menyulut kemarahan Martin Luther King, Jr. yang "memprotes" ketika semua anak akan dihakimi berdasarkan warna kulit mereka. Banyak komunitas Asia, Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika Latin, dan Arab mengalami rasisme dan sulit untuk berbicara tentang konsekuensi dan efek yang ditinggalkan rasisme terhadap mereka. Namun, secara luas diketahui bahwa rasisme merusak kedua belah pihak. Rasisme terjadi karena perasaan superioritas dan individu rasis sering menganiaya orang lebih dari satu ras.

3.                        4.  Memahami Tindakan Diskriminasi dan Etnosentrisme

Masalah lain adalah sukuisme dan etnosentrisme. Etnosentrisme adalah masalah besar dalam komunikasi antarbudaya karena orang orang etnosentris menganggap diri mereka dan budaya mereka sendiri lebih unggul daripada orang lain dan menilai orang lain berdasarkan standar budaya mereka sendiri. Orang-orang dengan pikiran etnosentris berpikir bahwa cara hidup mereka adalah satu-satunya yang benar dan yang lain salah. Menurut Samovar dan Porter (2004), etnosentrisme memiliki tiga tingkatan: positif, negatif, dan sangat negatif. Tingkat pertama, yaitu positif adalah keyakinan bahwa budaya Anda lebih disukai daripada yang lain, setidaknya untuk Anda, dan tidak ada yang salah dengan keyakinan itu karena Anda menarik banyak kepribadian Anda dari budaya Anda sendiri. Ketika tiba pada tingkat negatif, budaya Anda adalah pusat dari segalanya dan semua budaya lain harus diukur dengan standar budaya Anda. Bentuk yang sangat negatif dari etnosentrisme adalah keyakinan bahwa budaya Anda tidak hanya yang terbaik, tetapi juga yang paling kuat dan bahwa semua budaya lain harus mengadopsi nilai dan norma Anda.

4.                     5. Kompetensi Komunikasi Antarbudaya

Satu-satunya cara untuk menjadi sukses dalam lingkungan kerja semacam itu adalah berinteraksi secara tepat dalam bahasa asing dengan orang-orang dari budaya lain. Pengetahuan tentang budaya lain dan pola budaya mereka adalah cara terbaik untuk berteman dengan rekan kerja Anda dan menemukan sekaligus memberikan dukungan pula kepada pihak lain. Samovar dan Porter 2004) mengatakan bahwa komunikator antarbudaya yang kompeten adalah orang yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dan tepat dengan anggota dari latar belakang budaya-bahasa lain termasuk term atau istilah yang mereka gunakan.

5.                     6. Sadar Tentang Kejutan Budaya

Samovar dan Porter (2004) mencatat beberapa reaksi yang mungkin dirasakan seseorang ketika menyesuaikan diri dengan budaya baru, misalnya pertentangan terhadap lingkungan baru, rasa disorientasi, perasaan penolakan, kerinduan, sakit perut dan sakit kepala, penarikan diri, dan banyak lagi, tetapi tidak semua orang merespons kejutan budaya dengan cara yang sama atau setiap orang membutuhkan jumlah waktu yang sama untuk menyesuaikan diri.

6.                      7. Rancangan Model

Model ini menunjukkan ada tiga orang yang berbeda budaya dan mereka saling berkomunikasi Model ini juga menampilkan bagaimana cara dua individu (misalnya. dalam kelas atau organisasi yang berbeda) menciptakan "budaya baru” dalam budayanya yang variannya bersumber dari kebudayaan asal dan kebudayaan orang kedua yang ditemui. Contoh yang baik untuk ini adalah perkawinan antarbudaya yang menggabungkan seorang perempuan dan lelaki yang juga menggabungkan budaya dua keluarga besar.

Model Komunikasi Antarbudaya dari Samovar & Porter






Sekurangnya-kurangnya ada tiga keutamaan model ini, yaitu sebagai berikut:

a. Cultures vary in how different they are from each other. Setiap budaya mempunyai banyak varian. Varian-varian itulah yang ditampilkan sebagai perbedaan dari ketiga orang tersebut. Perhatikan, dua orang (pada gambar ada pada bagian atas) lebih dekat daripada dengan orang ketiga (pada gambar ada di bagian bawah), kedekatan itu tergambar pula oleh kesamaan simbol-simbol keduanya yang lebih geometris dibandingkan dengan orang ketiga.

bIndividuals are not the same as cultures. Keberadaan seorang individu tidak selalu sama dan identik dengan budaya mereka. Pada gambar di atas ditunjukkan bahwa simbol-simbol yang ada, baik di dalam kotak maupun lingkaran tidak sama persis dengan simbol-simbol yang ada di luar. Artinya begini, pada awalnya semua individu dapat dibentuk dalam simbol-simbol budaya yang sama, namun ketika berhadapan dengan orang kedua atau ketiga, mereka dapat menampilkan simbol-simbol budaya yang bisa sama dan bisa berbeda, atau simbol ciptaan baru karena berhadapan dengan budaya orang kedua atau orang ketiga.

c. Cultures shape the way we process and create messages. Ingat pula bahwa budaya (melalui persepsi individu) membentuk cara kita memproses dan menciptakan pesan. Perhatikan bahwa ketika kita mendengar pesan dari budaya lain, karena kita tidak memiliki simbol atau makna untuk memahaminya, kita cenderung atau membutuhkan cara dalam budaya kita untuk memahaminya.


B. Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Nakayama & Flores

Model Martin, Nakayama, dan Flores merupakan model yang mengkritik model Neuliep, yang sebagiannya diakui berdasarkan pendekatan "klasik" Gudykunst dan Kim. Martin, dkk., menyatakan bahwa pendekatan Neuliep itu terlalu linier karena masih mengandalkan variabel tertentu untuk memprediksi hasil komunikasi antarbudaya Kritik dialektikal dari model ini berkisar pada argumen bahwa dalam kenyataannya, kita sulit "memprediksi" hasil komunikasi sebagaimana disebut-sebut dalam teori ilmiah tradisional. Banyak ahli berpendapat bahwa, dalam kenyataannya, komunikasi berhadapan dengan situasi "ketidakpastian" atau "ketegangan", dan salah satu pasangan dalam interaksi mungkin lebih suka melakukan "prediksi" dan "kebaruan" sebagai cara yang lain. Model ini berasumsi bahwa "prediksi" dan "kebaruan" (novelty) merupakan dua sisi yang berlawanan, namun biasa digunakan untuk menghadapi situasi ketidakpastian dan ketegangan itu.

Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:

1. 1. Cultural Individual. Kita sering berada pada situasi ini, yaitu ketegangan antara "budaya" dan "individu". Waktu kita berkomunikasi dengan orang lain interaksi kita dapat men cerminkan beberapa keseimbangan, tidak saja identitas pribadi dan kepribadian, tetapi juga mencari keseimbangan atas pengaruh budaya. Keseimbangan yang tepat memang selalu berubah dari orang yang satu ke orang lain, bahkan juga mengikuti alur dari suatu waktu ke waktu lain. Betapa sering kita mulai mempelajari script communication' untuk mengenal satu sama lain lebih baik. Jika ini terjadi, kita dapat membuat prediksi lebih berdasarkan pada aspek-aspek perilaku pribadi orang lain karena pada sisi ini pengaruh budaya masih kurang

2.  2. Personal <-> Social-Contextual. Bayangkan, ketika saya sebagai profesor berhadapan dengan seorang mahasiswa, perilaku kami berbasis pada status dan peran masing-masing. Sebagian besar perilaku kami, meskipun ada dalam ruang dan waktu tertentu. tetap berbasis pada status dan peran tersebut. Di sini selalu ada semacam "harapan" yang diidealkan oleh konteks hubungan atau konteks untuk memenuhi peran. Jadi, saya mengharapkan mahasiswa saya harus mengikuti apa yang saya jelaskan, mahasiswa juga mengharapkan penjelasan sebagaimana yang dia kehendaki. Artinya, jika harapan-harapan tersebut tidak diselesaikan dalam konteks itu, diperlukan konteks lain yang sama dari waktu ke waktu, dari situasi ke situasi tertentu.

3. 3. Differences <-> Similarities. Betapa sering kita berkomunikasi dalam keadaan yang "berbeda" dan "kesamaan", Kita patut memperhatikan hal ini, namun jangan sampai membuat komunikasi tidak berjalan sama sekali. Di sini telah terjadi ketegangan karena kita sama-sama berhadapan dengan kesamaan atau perbedaan budaya.

4. 4. Static <-> Dynamic. Ketika kita berkomunikasi, selalu ada situasi di mana ada pihak yang mempertahankan budayanya dan ada pihak yang menghendaki perubahan budaya. Ada pulla pihak yang menjaga stabilitas budaya, namun ada pihak yang menghendaki perubahan budaya. Jadi, sekurang-kurangnya dua situasi ini dalam komunikasi antarbudaya. Menurut pendekatan dialektis, perubahan dan stabilitas menandai semua budaya (termasuk budaya organisasi dan agama sekalipun). Dalam setiap kehidupan manusia, selalu ada pihak yang bekerja untuk mempertahankan stabilitas, namun harus berhadapan dengan pihak yang menghendaki perubahan,

5.  5. Present-Future <-> History-Past. Menurut pandangan dialektis, ada semacam 'drive' yang berusaha untuk berjuang dan maju ke depan, namun ada pihak lebih suka melihat kembali ke waktu yang lalu. Beberapa budaya menjadikan budaya sebagai rujukan untuk melakukan perubahan atau menjadi masyarakat yang konservat Situasi ini ada sebagai dialektis dalam komunikasi antarbudaya

6. 6. Privilege <-> Disadvantage. Banyak ahli dan penulis mengemukakan bahwa semua interaksi, khususnya interaksi antarbudaya, memiliki hubungan berbasis kekuasaan di mana ada beberapa orang memil privilege sosial yang lebih tinggi (secara sosial, ekonomi, dan politik) daripada yang lain, yang tidak beruntung. Ini merupakan sebuah ketegangan kekuasaan yang dalam kebanyakan budaya ditampilkan secara nyata atau tidak nyata. Situasi itu ada dalam komunikasi keseharian.


 

Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Nakayama & Flores



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODEL MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MENURUT HAMMER, THOMAS & KILMAN, TING TOOMEY

  Komunikasi Antar Budaya Menurut Hammer Perintis yang penting kepada kompetensi budaya ialah sensitiviti antara Budaya   Menurut Hammer, se...