Secara etimologi, “ontologi” berasal
dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni ontos dan logos. Ontos berarti “ada”
dan logos berarti “ilmu” sehingga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang yang ada. Sedangakan secara terminologi, ontologi adalah ilmu tentang
hakekat yang ada sebagai yang ada (being qua being). Dalam konteks keilmuan,
yang ada diartikan sebagai apa yang ada dibalik ilmu atau seluk beluk ilmu.
Jadi selanjutnya ontologi itu adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk ilmu. Ilmu
secara etimologi berasal dari kata “ilm” dalam bahasa Arab yang mempunyai arti memahami,
mengerti, atau mengetahui. Secara terminologi berarti seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
definisi dari pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan
hal tertentu. Kesimpulannya, ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena
kehidupan/alam yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dan ontologi
menyelidiki apa yang ada dibalik pengetahuan sebelum menuju ke tahap
epistemologi lalu menjadi ilmu pengetahuan. Ontologi adalah cabang dari
filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan, dimana
kenyataan tersebut merupakan sesuatu kebenaran. Berkaitan dengan ontologi maka
perkara realitas ini memunculkan beberapa pandangan yang berkaitan dengan unsur-unsur
yang ada ditinjau dari segi kuantitas (jumlah), kualitas (sifat), dan proses/kejadian/perubahan.
Segi
Kuantitas:
a.
Monisme:
menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Dapat berupa jiwa,
materi, Tuhan atau substansi (watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti).
Dipakai dalam filsafat untuk menunjukkan suatu realitas yang dalam dan mengandung
sifat-sifat lainnya yang tidak dapat diketahui.
b. Dualisme:
menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri, dari dua
macam hakekat sebagai asal sumbernya: hakekat materi dan ruhani, benda dan ruh,
jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua
macam hakekat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali
dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini.
c. Pluralisme:
menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri dari atas unsur-unsur yang tidak
terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh
suatu tenaga yang dinamakan nous. Bahwa nous adalah suatu zat yang paling halus
yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
d. Nihilisme:
berpandangan tentang tiga proporsi realitas: 1. Tidak ada sesuatu pun yang
eksis. Realitas itu sebenamya tidak ada, 2. Bila sesuatu itu ada, ia tidak
dapat diketahui, ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat dipercaya,
pengindraan itu sumber ilusi, 3. Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Ontologi adalah cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat keberadaan. Hubungan antara epistemologi dan ontologi adalah, pemahaman terhadap pengetahuan bergantung kepada pemahaman mengenai siapa yang mengetahui pengetahuan.
Dalam ilmu
komunikasi, ontologi berfokus kepada sifat interaksi sosial manusia. Terdapat
empat isu penting dalam asumsi ini:
Sejauh mana manusia dapat membuat pilihan nyata?
Terdapat debat dalam filsafat
mengenai pilihan nyata. Pihak determinists berpendapat bahwa perilaku
disebabkan oleh beberapa kondisi yang sudah ada sebelumnya yang menentukan
perilaku manusia. Individu bersifat reaktif dan pasif. Di lain pihak, pihak
pragmatists menyatakan bahwa seseorang merencanakan perilakunya untuk dapat
bertemu dengan tujuan di masa depan. Dari sudut pandang ini, individu dilihat
sebagai makhluk aktif dan dapat membuat keputusan yang menentukan kehidupannya
sendiri. Juga terdapat posisi tengah, berpendapat bahwa orang membuat pilihan
dalam hal tertentu, dan beberapa perilaku sudah ditentukan tetapi ada juga yang
merupakan hasil dari keinginan bebas.
Apakah perilaku manusia paling baik dipahami dari segi
keadaan atau sifat?
Pandangan segi keadaan melihat bahwa
manusia adalah dinamis dan mengalami berbagai bentuk keadaan dalam waktu
harian, tahunan, dan selama ia hidup. Pandangan sifat percaya bahwa orang
adalah pihak yang dapat diprediksi karena mereka menampilkan karakteristik yang
konsisten sepanjang waktu.
Apakah perilaku manusia utamanya individual atau sosial?
Pertanyaan ini berkaitan dengan peran
individu atau kelompok sosial untuk memengaruhi perilaku manusia. Peneliti
dapat menggunakan unit analisis individu atau kelompok ketika meneliti, namun
perspektif yang digunakan tentu berbeda. Peneliti dengan perspektif
individualis akan menggunakan unit analisis individu, dan peneliti dengan
perspektif kehidupan sosial akan menggunakan unit analisis kelompok. Pertanyaan
ini penting bagi peneliti ilmu komunikasi yang berfokus kepada interaksi dalam
kehidupan.
Sejauh mana komunikasi adalah hal yang kontekstual?
Fokus dari pertanyaan
ini adalah kepada pengaruh perilaku; apakah dari prinsip universal atau
tergantung kepada faktor situasional. Terdapat filosofer yang percaya bahwa
faktor universal dapat menjelaskan kehidupan dan perilaku manusia, namun
terdapat juga filosofer lain yang berpendapat bahwa perilaku manusia adalah
kontekstual dan tidak bisa digeneralisasi. Peneliti ilmu komunikasi biasanya
mengambil jalan tengah; perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor umum sekaligus
situasional.
Metafisika dan ontologi sama-sama
mengkaji obyek yang ada atau studi tentang keberadaan. Perbedaan diantara
keduanya yaitu pada aspek tempat atau letak obyek yang dikaji. Metafisika
mencari penjelasan dari obyek yang ada yang tidak tampak oleh indera atau
mempelajari realitas yang ada dibalik suatu obyek, misal, jiwa, rohani, Tuhan,
dan sebagainya. Ontologi merupakan salah satu cabang dari metafisika yang
mempelajari hakekat obyek yang ada sebagai ada atau mempelajari realitas yang
konkret, fisikal, ter-indera. Cabang lain dari metafisika salah satunya
kosmologi. Richard L. Lanigan menyatakan bahwa metafisika adalah studi tentang
sifat dan fungsi teori tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal
yang direfleksikan. Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya dengan
alam, sifat dan fakta kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal
kebebasan pilihan tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi,
metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
·
Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual
dan individual dengan realitas dalam alam semesta.
·
Sifat dan fakta bagi tujuan, perlaku, penyebab,
dan aturan.
·
Problema pilihan, khususnya kebebasan versus
determinisme pada perilaku manusia.
Dalam filsafat komunikasi yang
dipelajari tentu berkaitan dengan komunikasi, antara lain, bahasa, umpan balik,
dan efek, sesuai dengan sudut pandang ontologi. Ontologi sebagian besar
berhubungan dengan alam eksistensi manusia. Isu-isu ontologi dianggap penting
karena bagaimana cara seorang penyusun teori mengonsptualisasikan komunikasi
bergantung pada bagaimana komunikator dipandang. Studi dalam ontologi tentu
didasari oleh kebenaran. Pertanggung jawaban atas kebenaran ini juga berada
pada ilmu-ilmu yang lain. Dalam ilmu komunikasi kebenaran ini berada pada ide
atau lambang yang merupakan esensi dari penelitian ilmu komunikasi. Walaupun
ide atau lambang sifatnya non-materi, namun efek dan pengaruhnya dalam
masyarakat juga diteliti. Dapat dikatakan bahwa penelitian ilmu komunikasi
berpangkal pada ide atau lambang yang akan membawa persoalannya: pada fungsi
dari ide, fungsi diri lambang, dan selanjutnya ilmu komunikasi memperhitungkan
efek, pengaruh dan akibat dari lambang, atau ide tersebut dalam masyarakat.
Menurut Ninis Agustini Damayani
(2013: 4), ada tiga pemahaman yang tujuannya diharapkan mampu menjelaskan
hakekat komunikasi bagi kehidupan manusia:
1. 1. Manusia sebagai pelaku komunikasi Komunikasi
antar manusia dengan manusia tidaklah semudah yang dibayangkan, tidak selalu
setiap pesan yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan keinginan peyampai
pesan.
2. 2. Kegunaan komunikasi bagi kehidupan manusia
Komunikasi merupakan cara untuk berinteraksi, menjalin hubungan, dan kerja
sama, serta cara untuk berbagi dan bertukar ide, gagasan, dan pikiran.
3. 3. Komunikasi untuk aktualisasi diri proses
aktualisasi adalah perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya postensi
yang ada atau terpendam, dengan kata lain adalah menjadi manusiawi secara
penuh. Namun demikian, tidak setiap orang berbakat, produktif, dan sukses
memenuhi kriteria sehat secara psikologis, matang, dan pribadi yang
teraktualisasikan.