POSITIVISME
Positivisme merupakan paradigma
ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam duniailmu pengetahuan. Keyakinan
dasar aliran ini berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakanbahwa
realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam
(natural laws). Dengan kata lain, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat
yang menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan
pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak
adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperolehpengetahuan
(seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik). Positivisme
merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logisekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam
satu atau lain bentuk,maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Positivisme
merupakan istilah yang digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar tahun
1825). Positivisme berakar pada empirisme karena kedekatan keduanya yang
menekankan logika simbolik sebagai dasar. Prinsip filosofik tentang Positivisme
dikembangkan pertama kali oleh empiris Inggris Francis Bacon. Dalam psikologi
pendekatan positif erat dikaitkan dengan behaviorisme, dengan fokus pada
observasi objektif sebagai dasar pembentukan hukum. Terdapat tiga tahap dalam
perkembangan positivisme, yaitu:
1.
Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun
perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte
dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E.
Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2.
Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada
tahun 1870-1890an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya
meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang
merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah
pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung
dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir
berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O. Neurath, Carnap,
Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada
perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua
kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme
logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya
tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lainlain.
Pendiri dan sekaligus
tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism adalah Auguste Comte
(1798-1857). Filsafat Comte adalah anti-metafisis, ia hanya menerima
fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari
semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang
terkenal adalah savior pour prvoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak),
artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara
gejalagejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi. Istilah
positivisme dipopulerkan oleh August Comte dalam sebuah karyanya “Cours de
Philosophic Positive" sebanyak enam jilid. Dari Comte inilah orang banyak
mengenal tentang positivisme secara luas. Positivisme berakar pada empirisme."
Prinsip filosofis tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist
Inggris Francis Bacon (sekitar 1600). Di samping itu juga bersama-sama John
Locke dan David Hume, kelompok positivis Prancis (Auguste Comte), kelompok
logikal positivis dan kelompok Wina serta aliran-aliran fisika analisis dari
Inggris sangat concern terhadap tradisi empiris. Tesis positivisme adalah bahwa
ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang
mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak
keberadaan segala kekuatan atau subyek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metode di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Bagi Comte untuk
menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Metode ini diarahkan
pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan
pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha
ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha
ke arah kecermatan.
POST POSITIVISME
Postpositivisme adalah
aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi
Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata
ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat
manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti
membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme
lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai
objektifitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara. Kedua, Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang
sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar.
Pandangan awal aliran
positivisme (old-positivism) adalah anti realis, yang menolak adanya realitas
dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran
positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan
postpositivisme. Ketiga, banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan
penganut realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya
sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat membentuk realitas
mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena relativisme tidak sesuai
dengan pengalaman seharihari dalam dunia ilmu. Yang pasti postpositivisme
mengakui bahwa paradigma hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai
kacamata. Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar,
sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik
dan benar. Postpositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan
banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh
anggotanya. Keempat, karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada
sesuatu yang benar-benarpasti. Bukankah postpositivisme menolak kriteria
objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima. Objektivitas
merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua penyelidikan. Jika kita
menolak prinsip ini, maka tidak ada yang namanya penyelidikan. Yang ingin
ditekankan di sini bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
Munculnya gugatan
terhadap positivisme di mulai tahun 1970-1980an. Pemikirannya dinamai
“post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab
Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme,
alasannya tidak mungkinmenyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu
alam, karena tindakan manusia tidak bisa diprediksi dengan satu penjelasan yang
mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah. Post-positivisme merupakan
perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap
hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Secara ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan
menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam
tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti.
Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan
realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan
subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified
experimental/ manipulatif. Observasi yang didewakan positivisme dipertanyakan
netralitasnya, karena observasi dianggap bisa saja dipengaruhi oleh persepsi
masing-masing orang. Proses dari positivisme ke post-positivisme melalui
kritikan dari tiga hal yaitu:
1) Observasi sebagai
unsur utama metode penelitian
2) Hubungan yang kaku antara teori dan bukti.
Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda
dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu
3) Tradisi keilmuan
yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang
datang setelah positivisme dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme
lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai
objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar