PARADIGMA
KONSTRUKTIVISME
Paradigma
dalam sebuah pengertian tentunya, setiap orang atau kelompok masyarakat
memiliki asumsi yang sangat berbeda. Perbedaan tersebut mengambarkan bahwa
sebagian orang melihat sebuah pengertian berdasarkan pengalaman dimana mereka
berada dalam sebuah situasi dan kondisi. Meninjau pengertian paradigma bahwa
paradigma sebagai citra fundamental tentunya berorientasi kepada pokok
permasalahan dalam sebuah ilmu pengetahuan. Mengenai paradigma harus dikaji dan
ditelaah untuk menentukan sejauhmana pengaruhnya paradigma dalam menentukan
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Bertolak dari pemahaman tersebut, paradigma
menafsirkan jawaban laksana sebagai jendela untuk mengamati dunia luar.
Menafsirkan paradigma, bisa dikatakan sebagai perspektif seseorang atau
kelompok masyarakat dalam mengamati kasus yang terjadi. Namun secara umum bahwa
paradigma dikatakan sebagai sudut pandang seseorang terhadap fenomena atau realitas
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Dalam
Ilmu Komunikasi terdapat 5 paradigma penelitian komunikasi, antara lainn: (a)
Paradigma Positivis, (b) Paradigma Postpositivis, (c) Paradigma Konstruktivis,
(d) Paradigma Kritis, dan (e) Paradigma Partisipatoris. Pada Sub bab ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai Paradigma Konstruktivisme. Paradigma
Konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann. Bagi Berger dan Luckmann, paradigma ini penting sebagai salah satu
perspektif atau sudut pandang dalam melihat gejala sosial atau realitas sosial.
Konsep Konstruktivisme sejalan dengan konsep konstruksi realitas sosial,
konstruksionisme, construktivis sosial, construksionist sosial. Dalam hal ini
bisa disebut sebagai konsep konstruksi sosial (social construction). Berger dan
Luckmann menjelaskan bahwa konstruksi sosial/realitas terjadi secara stimulan
melalui tiga tahapan, yaitu tahap eksternalisasi, objektivasi, dan terakhir
tahap internalisasi. Paradigma konstruktivisme oleh Peter L. Berger dan
Luckmann kemudian dikenal dengan teori konstruksi realitas sosial atau teori
dialektika (Karman, 2015). Mereka menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan
melalui aksi dan interaksi yang diciptakan oleh individu secara terus menerus
sehingga menghasilkan suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara
perorangan. Pendapat lain oleh Goffman lebih menganggap konsep kostruksi sosial
atas realitas itu sederhana.
Constructivism
paradigm merupakan paradigma dalam komunikasi yang menganggap bahwa realitas
sosial bersifat relative, yaitu realitas sosial merupakan hasil dari konstruksi
sosial. Pada kenyataanya realitas sosial tidak bisa berdiri sendiri tanpa peran
dari individu, baik di luar maupun di dalam realitas itu sendiri. Subjek
mengkonstruksi realitas sosial kemudian mengkonstruksinya dalam dunia
realitasnya. Setelah itu menyempurnakan realitas tersebut berdasarkan
subjektifitas individu lain dalam lingkup sosialnya. Pengetahuan juga merupakan
konstruksi dari seseorang yang memahami suatu hal yang tidak dipahami oleh
individu yang pasif. Sehingga pemahaman tersebut tidak dapat ditransfer.
Konstruksi harus dilakukan sendiri oleh individu tersebut berdasar
pengetahuannya, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
Pendekatan
konstruktivisme atau konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media
dilihat. Media merupakan agen konstruksi realitas. Media bukan sekedar saluran
penyampai informasi melainkan juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas.
Disini media tidak sekedar menampilkan dan menunjukkan realitas serta pendapat
narasumber, namun juga melakukan bingkai oleh media itu sendiri. Dengan kata
lain, media sangat berperan dalam mengkonstruksi realitas (Eriyanto, 2002). Dalam
metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengonstruksian dan
menggabungkannya dalam sebuah konsensus. Proses ini melibatkan dua aspek:
hermeunetik dan dialetik. Hermeunetik merupakan aktivitas dalam mengkaitkan
teks-percakapan, tulisan, atau gambar. Sedangkan dialetik adalah penggunaan
dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat ditelaah pemikirannya
dan membandingkannya dengan cara berpikir peneliti. Dengan begitu, harmonitas
komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal (Neuman, 2003:75).
Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma
positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh
seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan
oleh kaum positivis.
Teori
konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi
menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri
individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas
tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya,
yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George
Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara
mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai
hal melaluiperbedaannya. Lebih jauh, paradigma konstruktivisme ialah paradigma
dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial,
dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme
ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam
tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma
konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma
positivis. Menurut paradigm konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh
seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa
dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan
oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam
konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara
teori fakta social dan defenisi social.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar