Senin, 13 Juni 2022

KONSTRUKTIVISME


PARADIGMA KONSTRUKTIVISME

Paradigma dalam sebuah pengertian tentunya, setiap orang atau kelompok masyarakat memiliki asumsi yang sangat berbeda. Perbedaan tersebut mengambarkan bahwa sebagian orang melihat sebuah pengertian berdasarkan pengalaman dimana mereka berada dalam sebuah situasi dan kondisi. Meninjau pengertian paradigma bahwa paradigma sebagai citra fundamental tentunya berorientasi kepada pokok permasalahan dalam sebuah ilmu pengetahuan. Mengenai paradigma harus dikaji dan ditelaah untuk menentukan sejauhmana pengaruhnya paradigma dalam menentukan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Bertolak dari pemahaman tersebut, paradigma menafsirkan jawaban laksana sebagai jendela untuk mengamati dunia luar. Menafsirkan paradigma, bisa dikatakan sebagai perspektif seseorang atau kelompok masyarakat dalam mengamati kasus yang terjadi. Namun secara umum bahwa paradigma dikatakan sebagai sudut pandang seseorang terhadap fenomena atau realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Dalam Ilmu Komunikasi terdapat 5 paradigma penelitian komunikasi, antara lainn: (a) Paradigma Positivis, (b) Paradigma Postpositivis, (c) Paradigma Konstruktivis, (d) Paradigma Kritis, dan (e) Paradigma Partisipatoris. Pada Sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Paradigma Konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Bagi Berger dan Luckmann, paradigma ini penting sebagai salah satu perspektif atau sudut pandang dalam melihat gejala sosial atau realitas sosial. Konsep Konstruktivisme sejalan dengan konsep konstruksi realitas sosial, konstruksionisme, construktivis sosial, construksionist sosial. Dalam hal ini bisa disebut sebagai konsep konstruksi sosial (social construction). Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa konstruksi sosial/realitas terjadi secara stimulan melalui tiga tahapan, yaitu tahap eksternalisasi, objektivasi, dan terakhir tahap internalisasi. Paradigma konstruktivisme oleh Peter L. Berger dan Luckmann kemudian dikenal dengan teori konstruksi realitas sosial atau teori dialektika (Karman, 2015). Mereka menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan melalui aksi dan interaksi yang diciptakan oleh individu secara terus menerus sehingga menghasilkan suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara perorangan. Pendapat lain oleh Goffman lebih menganggap konsep kostruksi sosial atas realitas itu sederhana.

Constructivism paradigm merupakan paradigma dalam komunikasi yang menganggap bahwa realitas sosial bersifat relative, yaitu realitas sosial merupakan hasil dari konstruksi sosial. Pada kenyataanya realitas sosial tidak bisa berdiri sendiri tanpa peran dari individu, baik di luar maupun di dalam realitas itu sendiri. Subjek mengkonstruksi realitas sosial kemudian mengkonstruksinya dalam dunia realitasnya. Setelah itu menyempurnakan realitas tersebut berdasarkan subjektifitas individu lain dalam lingkup sosialnya. Pengetahuan juga merupakan konstruksi dari seseorang yang memahami suatu hal yang tidak dipahami oleh individu yang pasif. Sehingga pemahaman tersebut tidak dapat ditransfer. Konstruksi harus dilakukan sendiri oleh individu tersebut berdasar pengetahuannya, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.

Pendekatan konstruktivisme atau konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media dilihat. Media merupakan agen konstruksi realitas. Media bukan sekedar saluran penyampai informasi melainkan juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Disini media tidak sekedar menampilkan dan menunjukkan realitas serta pendapat narasumber, namun juga melakukan bingkai oleh media itu sendiri. Dengan kata lain, media sangat berperan dalam mengkonstruksi realitas (Eriyanto, 2002). Dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengonstruksian dan menggabungkannya dalam sebuah konsensus. Proses ini melibatkan dua aspek: hermeunetik dan dialetik. Hermeunetik merupakan aktivitas dalam mengkaitkan teks-percakapan, tulisan, atau gambar. Sedangkan dialetik adalah penggunaan dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat ditelaah pemikirannya dan membandingkannya dengan cara berpikir peneliti. Dengan begitu, harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal (Neuman, 2003:75). Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melaluiperbedaannya. Lebih jauh, paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigm konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta social dan defenisi social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODEL MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MENURUT HAMMER, THOMAS & KILMAN, TING TOOMEY

  Komunikasi Antar Budaya Menurut Hammer Perintis yang penting kepada kompetensi budaya ialah sensitiviti antara Budaya   Menurut Hammer, se...