A. Model Knapp
Model 'staircase' ini digagas oleh
Mark Knapp (Floyd, 2016). Prinsip prinsip model ini bersumber dari Teori
Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory, SPT) yang digagas psikolog Irwin
Altman dan Dalmas Taylor pada tahun 1973. Tujuan teori SPT adalah untuk
memahami pengembangan hubungan antarpersonal. Menurut Altman dan Taylor,
interaksi antarpersonal telah melibatkan berbagai tingkat keakraban sosial
dalam pertukaran sosial dengan tingkat penetrasi sosial yang semakin tinggi.
Teori penetrasi sosial dikenal sebagai teori objektif yang bertentangan dengan
teori interpretatif. Berarti teori ini didasarkan pada data yang diambil dari
eksperimen dan bukan dari kesimpulan berdasarkan pengalaman spesifik individu
(Altman, Vinsel, dan Brown, 1981).
Mark Knapp kemudian mengembangkan
teori SPT. Dia mengatakan bahwa ketika hubungan antarpersonal-antarbudaya
semakin berkembang, komunikasi antarpersonal bergerak dari tingkat yang relatif
dangkal, kurang, atau tidak akrab ke tingkat yang lebih dalam, lebih akrab
(Thibaut dan Kelley, 1952). Menurut Knapp, pengembangan hubungan antarpersonal
itu terdiri dari "proses sepuluh langkah", yang dipecah menjadi dua
fase berbeda, namun saling terkait. Dua fase itu adalah 'coming together' dan
'coming apart' (Vaneglisti dan Knapp, 2004).
1. Coming
Together
a. Initiating,
tahap pertama, ketika Anda baru pertama kali bertemu melihat orang lain, apa
yang Anda lihat dalam pertemuan awal itu merupakan informasi visual
semata-mata.
b. Experimenting,
Anda mulai menggali informasi awal misalnya informasi tentang demografi (umur,
nama, jabatan) orang lain biasanya Anda mulai dengan percakapan kecil atau
basa-basi.
c. Intensifying,
Anda semakin intensif dalam percakapan sehingga orang lain mulai mengungkapkan
informasi yang mungkin menjad rahasia dia, tujuan, atau cita-cita serta
keinginannya. Apakah And mulai membuat komitmen? "Saya pikir kamu cocok
sama saya.”
d. Integrating,
yaitu tahap di mana Anda mulai mengintegrasikan kepribadian orang lain menjadi
satu dengan Anda. Anda berdua mulai membangun identitas bersama-yang diperkuat
melalui aktivitas bersama-misalnya melakukan pertukaran cendera mata dan
lain-lain.
e. Bonding,
merupakan tahap akhir di mana Anda dan orang lain "mengumumkan kepada
pihak lain tentang hubungan tersebut.
2. Coming
Apart
Ketika
Anda dan dia sudah bersama-sama, mulai terjadi hal-hal berikut:
a. Differentiating.
Anda mulai melihat beberapa perbedaan, misalnya perbedaan keyakinan, sikap, dan
nilai-nilai. Itulah yang mendominasi pikiran Anda.
b. Circumscribing.
Anda mulai membatasi kualitas dan kuantitas informasi yang dipertukarkan. Di
sini mulai tampak masing-masing pihak mengabaikan masalah atau menghabiskan
lebih sedikit waktu untuk percakapan.
c. Stagnating.
Pada tahapan ini komunikasi Anda berdua mulai terasa macet; mungkin sekali
masing-masing pihak mulai merasa terjebak dalam interaksi yang baru saja
terbentuk.
d. Avoiding.
Masing-masing pihak mulai menghindari satu sama lain. biasanya dimulai dari
menjauhkan diri secara fisik, menghindari telepon, dan lain-lain.
e. Terminating.
Ini adalah tahapan di mana Anda mulai mengakhiri hubungan dengan dia, Anda
mulai membahas bagaimana pengalaman masa lalu, sekarang, dan bagaimana masa
depan hubungan tersebut.
Model
Knapp ini tidak terlalu rumit. Pelbagai riset menunjukkan bahwa pada umumnya
setiap orang dapat melaporkan berbagai pemikiran, perasaan, dan perilaku pada
setiap tahapan. Model hubungan "sepuluh tahap" dari Knapp (1978)
telah banyak dikutip dan didukung oleh para ahli, meskipun harus diakui bahwa
landasan empiris yang wold untuk model ini masih kurang. Pelbagai studi telah
memberikan informasi awal yang kita perlukan untuk selalu mengidentifikasi,
secara empiris, tahapan coming together dan coming apart.
B. Model Neuliep
1. Model
Kontekstual untuk Memahami Komunikasi Antarbudaya
Model
ini didasarkan pada kenyataan bahwa ketika orang-orang dan budaya yang berbeda/culture
bertemu dan bertukar pesan verbal dan/atau nonverbal, maka mereka melakukannya
dalam berbagal konteks. Misalnya konteks budaya, mikrokultural, lingkungan,
sosial relasional, dan persepsi. Seperti pada perkembangan awal komunikasi
antarbudaya, komunikasi antarbudaya merupakan bagian dari rutinitas
sehari-hari. Komunikasi memengaruhi keberhasilan setiap orang dalam pertumbuhan
komunikasi pribadi maupun bisnis. Akibat berkembangnya teknologi komunikasi dan
transportasi, perubahan demografis yang drastis dalam wilayah tertentu,
globalisasi ekonomi, dan kebutuhan pribadi dan politik lainnya telah memicu
berkembangnya interaksi antara orang-orang dari berbagai daerah di seluruh
dunia Dampaknya adalah studi komunikasi antarbudaya dari berbagai perspektif
semakin berkembang luas.
2. Pendekatan
Fungsional, Interpretif, dan Kritis Kontekstual
Meskipun
ada perbedaan filosofis dan metodologis, tiga perspektif ini, fungsional,
interpretif, dan kritis mendominasi pendekatan konteks komunikasi antarbudaya.
Oleh karena itu, model ini sering disebut model (pendekatan) fungsional,
interpretatif, dan kritis. Para peneliti dari perspektif fungsional menggunakan
teori dan konstruksi komunikasi antarpersonal untuk menguji komunikasi dalam
konteks antarbudaya. Pendekatan interpretatif yang didirikan oleh para ahli
etnografi komunikasi dan sosiolinguistik menganalisis tindakan dan percakapan
dalam konteks situasional yang mencerminkan norma norma budaya. Sementara itu,
pendekatan kritis bersifat meta-teoretis yang fokus pada konteks makro, seperti
sosial dan politik, yang memengaruhi komunikasi.
3. Model
yang Berkaitan dengan Konteks
Model
Neuliep juga menyajikan serangkaian konteks yang saling tergantung, yang secara
grafis diwakili oleh serangkaian lingkaran konsentris. Neuliep memulai
presentasi modelnya dalam bentuk lingkaran di mana paling luar ada konteks
budaya yang bergerak ke dalam, menuju konteks komunikasi yang lebih spesifik,
mikro kultural, lingkungan, dan terakhir menampilkan dua konteks persepsi.
Tentu saja model ini merujuk pada karakter individu komunikator dari budaya
yang berbeda. Area bersama antara keduanya, dalam model ini mewakili konteks
sosial relasional, hubungan antara komunikator. Model ini berpendapat bahwa
komunikasi antarbudaya didefinisikan oleh saling ketergantungan dari berbagai
konteks ini.
4. Definisi
Konteks, Budaya, dan Komunikasi
Neuliep
dalam pelbagai tulisannya mengajukan model ini berdasarkan konteks yang mengacu
pada pengaturan, situasi, keadaan, latar belakang, dan kerangka kerja
keseluruhan di mana komunikasi terjadi. Neuliep sendiri tidak mengajukan
argumen atau kriteria yang jelas untuk mengklasifikasikan konteks sehingga
terkadang membingungkan kita untuk membedakan konteks, seperti persepsi budaya
karena fakta tampaknya tumpang-tindih. Teks Neuliep mengontekstualisasikan
dirinya dalam budaya AS dan contoh-contoh yang diberikan juga sama.
5. Konteks
Mikrokultural vs Budaya Nasional
Setiap
bab dari buku Neuliep berfokus pada satu konteks dan kombinasi faktor.
Dialog-dialog naturalistik dan lintas budaya yang dia tulis menunjukkan
bagaimana konsep-konsep teoretis kunci memanifestasikan dirinya dalam interaksi
manusia. Selain itu, instrumen penilaian diri yang valid dan dapat diandalkan
dipakai untuk mengukur konsep pemahaman komunikasi antarbudaya, misalnya
etnosentrisme, individualisme, dan kolektivisme. Instrumen ini membantu kita
mengenal diri kita sendiri, menilai kinerja dan pengembangan keterampilan kita,
ketika kita mempelajari konsep konsep penting dari komunikasi antarbudaya.
6. Konteks
Lingkungan, Perseptual, dan Sosio-Relasional
Konteks
lingkungan, yang mewakili hubungan kompleks antara manusia dengan lingkungan
mereka dan variasi dalam lintas budaya. Neuliep berasumsi bahwa pendekatan
pemrosesan informasi untuk menggambarkan proses komunikasi manusia dan sifat
komunikator, bagi semua manusia yang dalam proses ini, adalah mengambil,
menyimpan, dan mengingat informasi menempuh cara yang hampir sama. Sementara
itu, soal konteks sosio-relasional, menurut Neuliep, komunikasi antarbudaya
adalah fenomena kelompok yang diungkapkan oleh individu; komunikator
antarbudaya memandang satu sama lain bukan sebagai individu yang unik, tetapi sebagai
anggota dari budaya yang berbeda. Akhirnya, dalam bab keenam, Neuliep fokus
pada konsep dasar, yaitu bahasa, hubungan antarbudaya, konflik, dan masalah
antarbudaya lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar